Thursday, August 26, 2010

Adab Berpuasa

Setiap orang yang mengerjakan puasa perlu mematuhi beberapa peraturan dan adab yang dapat menyempurnakan ibadah tersebut. Antara yang terpenting adalah:

1. Menjaga lidah dari berdusta, mengumpat dan mencampuri urusan orang lain yang tiada kena-mengena dengannya;

2. Memelihara mata dan telinga dari melihat dan mendengar hal yang dilarang oleh syara 'dan yang sia-sia;

3. Mengontrol perut dari merasakan makanan dan minuman yang haram atau yang mengandung unsur syubhat terutama saat berbuka dan berusaha sedaya mungkin untuk menghasilkan makanan yang halal lagi bersih.

Ulama silam pernah berpesan:
"Apabila kamu berpuasa maka perhatikanlah apa yang akan dijadikan makanan berbukamu dan di manakah kamu akan berbuka?"
Ia adalah panduan yang terbaik bagi mengawasi diri dari terjebak dengan unsur-unsur makanan yang tidak halal;

4. Mencoba untuk menjaga semua indera dan anggota tubuh pendekatan atau untuk melakukan hal-hal jahat dan tidak berguna. Jadi, cepat akan menyembah kudus dan sempurna. Ada lapar banyak dan melelahkan diri dengan berdahaga, meninggalkan dirinya terpaksa tindakan dosa dan menghapuskan, binasa keletihannya begitu cepat, dan tidak bernilai sebagai firman tujuan Allah: Banyak orang tidak mendapatkan pahala puasa cepat tetapi kelaparan dan haus. (HR Al-Nasaei)

Meninggalkan maksiat menjadi kewajiban kepada seluruh orang Islam sama ada mereka sedang berpuasa atau tidak. Apalagi bagi yang berpuasa, ia lebih dituntut dan diwajibkan. Sabda Rasulullah, Puasa itu adalah 'perisai', jika seseorang dari antara kamu sedang berpuasa janganlah ia berbicara kotor, melakukan keburukan dan berbuat bodoh. Jika ada orang lain yang mengejinya atau coba memeranginya maka hendaklah dia katakan kepada orang itu: "Saya sedang berpuasa." (Riwayat Bukhari dan Muslim);

5. Jangan memperbanyak tidur di siang harinya dan makan pada malamnya, bahkan bersederhanalah pada kedua-duanya bagi menyelami kejerihan lapar dan dahaga. Dengan demikian sanubarinya terkawal, keinginan nafsunya kurang dan hatinya ceria. Itulah rahasia dan akarnya puasa yang harus dicapai;

6. Jauhkan diri dari oleh dorongan nafsu ketika berbuka dengan beraneka jenis makanan yang lezat-lezat. Sebaik-baiknya adat makannya sama saja pada bulan puasa dan bulan-bulan yang lain. Penggemblengan diri dalam mengurangi tuntutan jasmani dan keinginan perasaan memberikan kesan yang positif terhadap kecerahan hati nurani yang amat dituntut terutama pada bulan Ramadan.

Mereka yang menjadikan keinginan nafsu perut sebagai tunggangan akal ketika berbuka yang menyalahi kebiasaan pada bulan-bulan lain sebenarnya terpedaya dengan pujukan iblis. Rayuannya bertujuan menghilangkan barakah (berkat) ibadah puasa mereka, nikmat limpahan ketenangan daripada Allah swt, kekhusukan diri ketika bermunajat dan berzikir kepada-Nya.

Kenyang

Sepatutnya orang yang berpuasa mengurangi harga pemakanannya sehingga terserlah kesan puasa itu kepada dirinya. Kekenyangan adalah penyebab kelalaian, kealpaan, keras hati dan malas untuk taat kepada Allah swt.

Sabdanya: badan jelek yang dipenuhkan oleh manusia adalah kantong perutnya, memadailah baginya beberapa feed yang dapat meneguhkan tulang belakangnya. Jika dia enggan maka berikanlah sepertiga (bagian perutnya) untuk makanan, sepertiga kedua untuk minuman dan sepertiga terakhir untuk pernafasannya. (Riwayat Ahmad dan at-Tarmizi)

Ada ulama yang mengungkapkan kata-kata berikut: "Jika perutmu kenyang anggota-anggota lain akan lapar (akan mengikuti urutan nafsu) tetapi jika perutmu lapar kesemua anggotamu akan kenyang."

As-Salaf as-Soleh (mereka yang terdahulu) mengurangi hal kebiasaan dan dorongan diri serta memperbanyakkan amal ibadat pada bulan Ramadan secara khusus bahkan itulah adat mereka sepanjang masa;

7. Tidak menyibukkan diri dengan urusan duniawi pada bulan Ramadan, bahkan mengambil kesempatan bagi beribadat kepada Allah dan mengingat-Nya sebaik mungkin. Justru, dia tidak melakukan hal duniawi melainkan sekedar kebutuhan pokok atau kepada mereka yang berada di bawah tanggungannya. Demikian yang selayaknya dilakukan pada bulan Ramadhan yang mulia ini sama seperti pada hari Jumat yang seharusnya dikhususkan bagi amalan akhirat;

8. Mempraktekkan amalan sunah seperti segera berbuka apabila masuk waktunya, berbuka dengan buah kurma (kurma) dan jika ia tiada memadailah dengan segelas air serta melambatkan makan sahur.

Nabi s.a.w. berbuka sebelum beliau mengerjakan shalat Maghrib. Sabda beliau: umatku selalu berada dalam kondisi baik (berkat) selama mana mereka mempercepatkan berbuka (apabila masuk waktunya) dan melambatkan makan sahur. (Riwayat Bukhari dan Muslim);

9. Menyediakan makanan berbuka kepada orang yang berpuasa sekalipun dengan beberapa biji kurma atau segelas air. Sabda beliau saw: Barang siapa yang menyediakan makanan berbuka bagi orang yang berpuasa baginya ganjaran seumpama pahala orang yang berpuasa tanpa mengurangi sedikitpun pahalanya (orang yang berpuasa). (Riwayat al-Baihaqi dan Ibnu Khuzaimah)

10. Memenuhi malamnya dengan amalan sunat seperti shalat tarawih, witir dan sebagainya.

Adalah dianjurkan kepada para imam supaya tidak mempercepat shalat terawihnya seperti praktek kebiasaan di masjid dan surau.

Perbuatan tersebut mempengaruhi mutu ibadah sholat tersebut karena meninggalkan 'wajib-wajib' shalat seperti meninggalkan tomakninah saat rukuk dan sujud, mencacatkan bacaan al-Fatihah sebagaimana sepatutnya lantaran ingin kecepatan dalam mengejar waktu sehingga menyebabkan makmum di belakang tertinggal rukun-rukun penting dalam sholatnya. Amalan terawih seperti itu adalah tidak sempurna dan berkurang pahalanya.

Karena itu berwaspadalah terhadap cara demikian dengan kembali mengamalkan ibadah solat seperti waktu-waktu lain, menyempurnakan Kiam, bacaan al-Fatihah, rukuk, sujud, khusyuk, hadir hati dan semua peradaban shalat dan rukunnya.

Bagi makmum pula disarankan agar selalu bersama pemimpinnya sepanjang shalat tarawih itu sampai selesai apakah 20 rakaat atau delapan rakaat. Sabda Rasulullah saw, Apabila seseorang menunaikan shalat bersama imamnya sampai imam itu (selesai dan) beredar, dikirakan untuknya (makmum) pahala semalaman. (Riwayat an-Nasaei)